Sabtu, 27 Desember 2014

Tulisan 3



PERKEMBANGAN SISTEM HUKUM DI INDONESIA


Setelah kemerdekaan, Indonesia bertekad untuk membangun hukum nasional yang berdasarkan kepribadian bangsa melalui pembangunan hukum. Secara umum hukum Indonesia diarahkan ke bentuk hukum tertulis. Pada awal kemerdekaan dalam kondisi yang belum stabil, masih belum dapat membuat bernegara. Untuk mencegah kekosongan hukum, hukum lama masih berlaku dengan dasar Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945, Pasal 192 Konstitusi RIS UUDS 1950 (ketika berlaku UUDS 1950). Sepanjang tahun 1945-1959 Indonesia menjalankan demokrasi liberal, sehingga hukum yang ada cenderung bercorak responsive dengan ciri partisipatif, aspiratif dan imitatif. Demokrasi liberal (atau demokrasi konstitusional) adalah sistem politik yang melindungi secara konstitusional hak-hak individu dari kekuasaan-kekuasaan mayoritas (dari proses perwakilan atau langsung) diberlakukan pada sebagian besar bidang-bidang kebijakan pemerintah yang tunduk pada pembatasan-pembatasan agar keputusan pemerintah tidak melanggar kemerdekaan dan hak-hak individu seperti tercantum dalam konstitusi. Pada masa Orde Lama Pemerintah (Presiden) melakukan penyimpangan-penyimpangan terhadap UUD 1945. Demokrasi yang berlaku adalah Demokrasi Terpimpin yang menyebabkan kepemimpinan yang otoriter. Akibatnya hukum yang terbentuk merupakan hukumyang konservatif (ortodok) yang merupakan kebalikan dari hukum respinsif, karena memang pendapat pemimpinlah yang termuat dalam produk hukum.
Penyimpangan-penyimpangan tersebut adalah :
1.   Kekuasaan Presiden dijalankan secara sewenang-wenang, hal ini terjadi karena kekuasaan MPR, DPR dan DPA yang pada waktu itu belum dibentuk dilaksanakan oleh Presiden
2.   MPRS menetapkan Oresiden menjadi Presiden seumur hidup, hal ini tidak sesuai dengan ketentuan mengenai masa jabatan Presiden
3.   Pimpinan MPRS dan DPR diberi status sebagai Menteri, dengan demikian, MPR dan DPR berada dibawah Presiden
4.   Pimpinan MA diberi status Mentri, ini merupakan penyelewengan terhadap prinsip bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka
5.   Presiden membuat penetapan yang isinya semestinya diatur oleh undang-undang (yang harus dibuat bersama dengan DPR), dengan demikian Presiden melampaui kewenangannya
6.   Pembentukan lembaga negara yang tidak diatur dalam konstitusi, yaitu Front Nasional
7.   Presiden membubarkan DPR, padahal menurut konstitusi, Presiden tidak bisa membubarkan DPR.

Pada tahun 1966 merupakan titik akhir Orde Lama dan dimulainya Orde Baru yang membawa semangat untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Namun Soeharto sebagai penguasa Orde Baru juga cenderung otoriter. Hukum yang lahir kebanyakan hukum yang kurang atau tidak responsif. Apalagi pada masa ini hukum “hanya” sebagai pendukung pembangunan ekonomi karena pembangunan dari PELITA I – PELITA VI dititik beratkan pada sektor ekonomi. Tetapi harus diakui peraturan perundangan yang dikeluarkan pada masa Orde Baru banyak dan beragam. Penyimpangan-penyimpangan pemerintah pada masa Orde Baru adalah :
1.   Terjadi pemusatan kekuasaan ditangan presiden, sehingga pemerintahan dijalankan secara otoriter
2.   Berbagai lembaga kenegaraan tidak berfungsi sebagaimana mestinya, hanya melayani keinginan pemerintah (Presiden)
3.   Pemilu dilaksanakan secara tidak demokratis, pemilu hanya menjadi sarana untuk mengukuhkan kekuasaan Presiden, sehingga presiden terus menerus dipilih kembali
4.   Terjadi monopoli penafsiran Pancasila, pancasila ditafsirkan sesuai keinginan pemerintah untuk memberikan tindakan-tindakannya
5.   Pembatasan hak-hak politik rakyat, seperti hak berserikat, berkumpul dan berpendapat
6.   Pemerintah campur tangan terhadap kekuasaan kehakiman, sehingga kekuasaan kehakiman tidak merdeka
7.   Pembentukan lembaga-lembaga yang tidak terdapat dalam konstitusi, yaitu kopkamtib yang kemudian menjadi Bakorstanas
8.   Terjadi Korupsi Kolusi Nepotisme (KKN) yang luar biasa parahnya sehingga merusak segala aspek kehidupan, dan berakibat pada terjadinya krisis multidimensi

Setelah presiden Soeharto mundur dari jabatannya pada tahun 1998, Indonesia memasuki era reformasi yang bermaksut membangun kembali tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Pembenahan sistem hukum merupakan agenda penting reformasi. Langkah awal yang dilakukan adalah melakukan amandemen atau perubahan terhadap UUD 1945, karena UUD merupakan hukum dasar yang menjadi acuan dalam kehidupan bernegara dalam segala bidang. Setelah itu dilakukan pembenahan dalam pembuatan peraturan perundangan, baik yang mengatur bidang baru maupun perubahan atau penggantian peraturan lama untuk disesuaikan dengan tujuan reformasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar